1. Luas Lorongnya
via: tripadvisor.com |
Mall
kelas atas itu biasanya lorongnya lebar, lapang, gede, langit-langitnya
juga tinggi. Pokoknya nyaman deh, bisa buat main futsal atau kasti saking leganya. Sedangkan mall kelas
menengah ke bawah itu lorongnya lebih sempit, kecil, udah gitu masih
dimakan buat lapak pedagang pula. Kalo lagi rame, kadang kamu sampai
harus miring-miring jalannya. Iya kalo kamu kurus, lah kalo gendut kan repot juga senggol sana sini.
Mall kelas atas biasanya pakai lebih banyak indirect lighting dan tata cahaya yang oke punya, tidak langsung frontal ke arah mata, sehingga keliatan lebih elegan dalam menyorot kontur serta desain interior maupun eksteriornya. Sedangkan mall kelas bawah lebih konvensional dan biasa aja. Banyak direct lighting, atau malah neon lapak pedagang yang ngejreng banget di depan muka kita. Udah kayak pasar malem aja. Terus kalo rusak, lampunya lama digantinya.
Mall
kelas atas biasanya pasti punya toko-toko eksklusif yang menjual merek
ternama. Misalnya untuk gadget ada toko khusus Apple, untuk fashion ada
Zara, dan sebagainya. Restorannya juga lebih fancy dan harga menunya cenderung bikin kantong bolong, hihh. Sedangkan mall kelas bawah biasanya menyediakan
produk-produk sejuta umat aja, seperti counter hape biasa, kios baju
obralan, R*m*y*n*, gitu-gitu deh. Food court-nya juga lebih kayak kantin sekolah, dengan sahut-sahutan suara, "Boleh kakaaakk!"
Eskalator
alias tangga jalan di mall-mall kelas atas cenderung straight to the
point. Yaitu tangga yang arahnya sama, jaraknya ngga jauh dari satu
tangga ke tangga berikutnya. Misalnya naik, ya naik terus. Atau turun,
ya turun terus. Antara eskalator naik dan turun juga ngga jauh. Seringkali bersebelahan. Tapi di mall kelas bawah, kadang kamu rasanya kayak
dikerjain karena jarak antar eskalatornya jauh. Dibikin supaya kamu harus muter-muter dulu sebelum bisa sampai ke tangga berikutnya. Positif thinking aja, mungkin mereka pengen bikin kamu sehat.
Harga
tiket bioskop juga mencerminkan kelas mall. Mall kelas bawah dan
menengah biasanya menjual tiket dengan harga lebih terjangkau. Misalnya
Rp 25 ribu aja untuk hari biasa, dan Rp 35 - 50 ribu untuk weekend. Tapi
mall kelas atas itu bisa sampai di atas Rp 100 ribu harga tiket
bioskopnya. Bahkan ada bioskop khusus yang duduknya bukan di bangku, tapi di sofa atau malah kasur! Harganya ngga usah disebut deh. Sayang juga ya, padahal filmnya sama aja.
Mall
kelas bawah biasanya punya toilet yang sederhana, terkadang cenderung
ke arah jorok. Meski ngga semuanya, ada juga kok yang bersih. Terus ada juga yang dimintain duit Rp 2.000 di depannya (ini mall apa terminal sih?). Sedangkan mall kelas
atas biasanya toiletnya lebih lux, wangi, canggih, urinoir dan kerannya pakai
sensor, dan hygienis. Bikin betah ngaca lama-lama.
Setiap mall pasti suka ngadain event tertentu. Mall-mall kelas atas itu biasanya event-nya lebih fancy, semacam fashion show yang melibatkan selebriti dan desainer papan atas, pameran instalasi seni kontemporer, dan hal-hal yang kadang kamu juga ngga ngerti. Sedangkan event di mall kelas bawah itu cenderung lebih merakyat, misalnya lomba mewarnai untuk anak TK se-kecamatan, parade marawis, atau fashion show ala-ala untuk bocah yang host-nya banci rombeng.
Yang
pasti, mall kelas atas itu pengunjungnya cenderung lebih modis, kece,
klimis, dan maksimal (kadang over juga). Tampilannya juga lebih unik dan berani beda, misalnya dress yang limited edition dan potongan rambut gaya terbaru. Sedangkan mall kelas
bawah pengunjungnya lebih sederhana, bajunya lebih seadanya, cenderung dekil dan asal-asalan, hehe. Ngga jauh deh dandanannya sama kayak kalo pergi ke warung Bu Mumun di seberang rumah buat beli sabun colek.
Ngga bermaksud menyinggung SARA ya. Tapi biasanya mall kelas atas itu juga cenderung lebih banyak pengunjung Tionghoanya. Mungkin bisa sampai di atas 30 % dari total pengunjung. Sedangkan di mall kelas bawah, Tionghoanya mungkin cuma 5 - 10 % aja. Itu pun cuma si enci dan kokoh yang punya kios di sana.
Gimana, setuju ga?
Ngga bermaksud menyinggung SARA ya. Tapi biasanya mall kelas atas itu juga cenderung lebih banyak pengunjung Tionghoanya. Mungkin bisa sampai di atas 30 % dari total pengunjung. Sedangkan di mall kelas bawah, Tionghoanya mungkin cuma 5 - 10 % aja. Itu pun cuma si enci dan kokoh yang punya kios di sana.
Gimana, setuju ga?
1 Comments
Yang pengunjung aku kurang setuju bahwa mall kalangan atas banyak Tionghoa nya. Sebetulnya mau itu mall kalangan atas atau bawah sama saja pengunjung nya dari semua kalangan cuman tergantung kebutuhan mereka saat niat kunjungan nya apakah hanya ingin sekedar cuci mata aja ,ada yang untuk kulineran atau bahkan beli borong fashion
ReplyDelete